Jumat, 08 Juni 2012

RPP

         RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
                                        (RPP)


A.    STANDAR KOMPETENSI
        Menulis: menggungkapkan pikiran, pendapat, dan informasi dalam penulisan karangan berpola deduktif dan induktif.

B.    KOMPETENSI DASAR
        Menulis karangan berdasarkan topik tertentu dengan pola pengembangan deduktif dan induktif

C.    INDIKATOR
   1. Kognitif
         a. proses
             Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
             Menemukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
             Menemukan paragraf induktif dan deduktif
         b. Produk
             Menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
             Menentukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
             Menentukan paragraf induktif dan deduktif
         c. Psikomotor
             Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif
             Afektif
         d. Karakter
             tanggung jawab
             kritis
             disiplin
         e. Keterampilan sosial
             Berbahasa santun dan komunikatif
             Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok
             Membantu teman yang mengalami kesulitan

D. TUJUAN PEMBELAJARAN

 Kognitif
     a. Proses
         Setelah membaca dan memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca nyaring, siswa secara berkelompok diharapkan dapat
  1  Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
  2  Menemukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
  3  Menemukan paragraf induktif dan deduktif
     b. Produk
Setelah menemukan hasil pencapaian tujuan proses di atas, siswa secara berkelompok diharapkan dapat
   1  Menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
   2  Menentukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
   3  Menentukan paragraf induktif dan deduktif

 Psikomotor

Setelah menentukan dan memahami hasil pencapaian tujuan produk di atas, siswa secara mandiri diharapkan dapat
   1 Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif 
   2 Afektif
   3 Karakter
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam berperilaku yang meliputi sikap
  1  tanggung jawab
  2  kritis
  3  disiplin

Keterampilan sosial
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan kecakapan sosial yang meliputi
  1  Berbahasa santun dan komunikatif
  2  Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok
  3  Membantu teman yang mengalami kesulitan



 E.   MATERI PEMBELAJARAN
   1 Paragraf yang berpola deduktif dan induktif
   2 Kalimat utama dan kalimat penjelas
   3 Perbedaan deduktif dan induktif

 F.   MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN
  1  Pendekatan: Pembelajaran Kontekstual
  2  Model Pembelajaran: Kooperatif Tipe STAD
  3  Metode: tanya jawab, pemodelan, penugasan, dan unjuk kerja

G.   BAHAN DAN MEDIA
   1 Wacana tulis (artikel)
   2 LKS
   3 Kertas HVS
   4 ALAT
   5 Spidol
   6 Format evaluasi
   7 Pedoman penilaian dan penskoran




  SKENARIO PEMBELAJARAN

No
Kegiatan
Penilaian Pengamat
1
2
3
4
PERTEMUAN I
A1
Kegiatan awal (10 menit)
  •  pecingan mula-mula menayakan  kesiapan siswa lalu menanyakan pengetahuan dan pengalaman siswa tentang paragraf
  • pengarahan dengan mula-mula bertanya jawab tentang jenis paragraf berdasarkan letak jenis paragraf utamanya kemudian akhiri dengan pengarahan.





B1
Kegiatan inti (55 menit)
  guru mebagi siswa menjadi beberapa kelompokkemudian memberikan pemahaman kepada siswa mengenai paragraf deduktif dan induktif serta perbedaan antara kalimat utama dan kalimat penjelas




C1
Kegiatan akhir (10 menit)
    Siswa bersama guru merumuskan kesimpulan umum atas semua butir pembelajaran yang telah dilaksanakan;   Siswa  diminta menyampaikan kesan dan saran (jika ada) terhadap proses pembelajaran yang baru selesai mereka ikuti;
    Guru menugaskan siswa untuk mencari artikel di media masa yang akan mereka identifikasi paragraf deduktif dan induktif 







 Satuan Pendidikan    : SMA
Mata Pelajaran    : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester    : XI/I
Standar Kompetensi    : Membaca
Kompetensi Dasar      : Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan           membaca intensif

LEMBAR PEGANGAN GURU
 (LPG)
Pengertian Paragraf
Paragraf (dari bahasa Yunani paragraphos, “menulis di samping” atau “tertulis di samping“) adalah Unit terkecil sebuah karangan yang terdiri dari kalimat pokok atau gagasan utama dan kalimat penjelas atau gagasan penjelas. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi.
Syarat sebuah paragraf di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :
    Kalimat utama
Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.
    Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.

2. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini terbagi atas 4 yakni :
    Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.

Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.

    Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.
    Paragraf Campuran (Deduktif-Induktif)
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.
    Paragraf Tersebar
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi.



DAFTAR PUSTAKA
Irawan, yudi (dkk). 2007. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Perbukuan



               
LEMBAR PENILAIAN
LP 1 : KOGNITIF PROSES
Pedoman Penskoran LKS 1
NoKomponenDeskriptorSkorBobotSkor X Bobot Catatan
1Menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam  paragraf a.Dapat menentukan kalimat utama  dan kalimat penjelas pada semua paragraf
b.Hanya dapat menentukan kalimat utama  dan  kalimat penjelas pada beberapa  paragraf .
c.Tidak dapat menentukan  kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf.   
2


1


0
5

2Menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif a.Dapat menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraf
b.Hanya dapat menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada beberapa  paragraf .
c.Tidak dapat menentukan  paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraf
2


1

0
5


Jumlah              
Catatan :  0 = Sangat kurang  1  = kurang   2 = baik 
Cara Pemberian Nilai
Rumus :
nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum)    X 100


NoKomponenDeskriptorSkorBobotSkor X Bobot
1     Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif

a.Dapat menjelaskan dengan sangat jelas dengan bahasa yang efektif dan santun.
b.Dapat menjelaskan, namun dengan terbata-bata.
c.Tidak dapat menjelaskan apa-apa.   




3

2

0
5
Jumlah             
Catatan :  0 = Sangat kurang 2 = cukup baik  3 = baik
Cara Pemberian Nilai
Rumus :

nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum)    X 100


LP 4 = Afektif : Perilaku Berkarakter
 Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut :
A = sangat baik            B = memuaskan
C = Cukup baik            D = kurang baik

LP 4 = Afektif : Perilaku Berkarakter
Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut :
A = sangat baik            B = memuaskan
C = Cukup baik            D = kurang baik


NORincian tugas kinejamemerlukan perbaikan (D)Menunjukan kemajuan (C)Memuaskan (B)
Sangat baik (A)
Tangung jawab
Kritis
Disiplin
   

 













LP 5 = Afektif : Perilaku Keterampilan Sosial

Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut :
A = sangat baik            B = memuaskan
C = Cukup baik            D = kurang baik

NORincian tugas kinejamemerlukan perbaikan (D)Menunjukan kemajuan (C)Memuaskan (B)
Sangat baik (A)
Tangung jawab
Kritis
Disiplin
   

 












Hari/Tanggal :

Guru/Pengamat


(…………………..)


MEDIA PEMBELAJARAN
 

Bacalah Kutipan Artikel Berikut!
Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika mengenai permukaan bumi, energi berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagi radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun, sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini.gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi. Akibatnya panas akan tersimpan di permukaan bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata  tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsenterasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala mahkluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15˚C (59˚F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33˚C (59˚F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18˚C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan bumi). Akibatnya jumlah gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.
Kenaikan suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan.misalnya naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perbedaan politik dan publik di dunia mengenai tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut. Sebagian besar Negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca

                                Kendari,  Desember 2011
Guru Pamong                                                     Mahasiswa KKP                                                              
HARLINA, S.Pd                                               A R I S
NIP  197605292007012012                             A1D1 07 105




                                     Mengetahui,
                   Kepala SMA Kartika VII-2 Kendari


                             Drs. H. NP. DAHLAN


Rabu, 06 Juni 2012

jenis-jenis puisi lama


Jenis-jenis Puisi Lama
1.    Gurindam
           Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India). Ciri-ciri gurindam yaitu sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst. Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatu sebab akibat, baris pertama berisikan semacam soal, masalah,  atau perjanjian, dan baris ke dua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau persoalan pada baris pertama.
Contoh Gurindam
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang  ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )

2.     SYAIR
        Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab, yang memiliki ciri-ciri setiap bait terdiri dari 4 baris dan semua baris merupakan isi, jadi tidak memiliki sampiran, setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata, bersajak a – a – a – a.

Contoh  Syair
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya m akmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)



Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa(a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
3.    PANTUN
           Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat. Ciri-ciri pantun yaitu setiap bait terdiri 4 baris, baris 1 dan 2 sebagai sampiran, baris 3 dan 4 merupakan isi, bersajak a – b – a – b, setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata, berasal dari Melayu (Indonesia).
Contoh Pantun
Ada  pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)

4.    Seloka
Seloka adalah sebuah bait yang aslinya terdapat dalam bahasa sansekerta, bait ini khususnya terdiri dari dua larik dan setiap larik terdiri dari enam belas suku kata. Ciri-cirinya yaitu ditulis embat baris memakai bentuk pantun atau syair, namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris. Selain itu seloka juga tergantung metrum yang dipakai, sebab setiap suku kata mempunyai kuantitas bisa panjang atau pendek.

Contoh seloka

Seseorang yang gila harta, ia tidak memiliki ikatan
Seseorang yang gila akan cinta, ia tak mengenal bahaya
Seseorang yang gila ilmu, ia tak memiliki tidur
Seseorang yang lapar, ia tak memiliki makanan


5.    Bidal
Bidal merupakan jenis peribahasa yang memiliki arti lugas, memiliki rima dan irama, sehingga digolongkan ke dalam bentuk puisi. Dalam kesustraan Melayu, bidal yang mengandung kiasan, sindiran atau pengertian tertentu ini termasuk salah satu bentuk sastra tertua. Ciri-ciri bidal yaitu bidal biasanya berupa kalimat singkat yang memiliki makna kiasan atau figurative yang bertujuan menangkis, menyanggah, dan menyindir. Pengungkapan pikiran dan perasaan demikian tidak secara langsung, tetapi dengan sindiran, ibarat, dan perbandingan.  Dalam tataran teori makna bidal sering disamakan dengan ungkapan atau pepatah. Kategori bidal yaitu:

•    Ungkapan yaitu peribahasa yang berbentuk kelompok kata. Contohnya : tebal muka artinya tidak punya malu.
•    Peribahasa yaitu bahasa kiasan atau figurative yang bisa berupa kalimat atau kelompok kata yang tetap susunannya. Bagai kerbau dicocok hidungnya artinya tidak ada pendirian.
•    Perumpamaan adalah peribahasa yang berisi perbandingan-perbandingan, biasanya menggunakan kata-kata bak, laksana, umpama, dan bagai. Contohnya : Bagai kucing lepas senja artinya sangat senang hingga lupa pulang.
•    Tamsil yaitu seperti perumpamaan yang diikuti bagian kalimat yang menjelaskan. Contohnya : Ada ubi ada talas, ada budi ada balas.
•    Ibarat yaitu seperti perumpamaan dan tamsil tetapi diikuti bagian yang menjelaskan yang berisi perbandingan dengan alam.
•    Pepatah yaitu kiasan tetapi yang dinyatakan dalam kalimat selesai.
Contohnya; Hancur badan dikandung tanah, budi baik dikenang jua, artinya budi baik seseorang itu jangan dilupakan.
•    Pameo merupakan peribahasa ang berupa semboyan, berfungsi untuk mengobarkan semangat/menghidupkan suasana.Contohnya: Gantungkan cita-citamu setinggi langit artinya agar kita tidak pesimis dan berusaha untuk mencapai cita-cita itu.

6.    Sajak
menurut H.B. Jassin sajak itu adalah suara hati penyairnya sajak lahir daripada jiwa dan perasaan tetapi sajak yang baik bukanlah hanya permainan kata semata-mata. Sajak yang baik membawa gagasan serta pemikiran yang dapat menjadi renungan masyarakat .Sedangkan Abdul Hadi W.M. menjelaskan bahwa sajak itu ditulis untuk mencari kebenaran. Katanya lagi, "dalam sajak terdapat tanggapan terhadap hidup secara batiniah".Oleh itu bagi beliau, di dalam sajak harus ada gagasan dan keyakinan penyair terhadap kehidupan, atau lebih tepat lagi, nilai kemanusiaan. Ciri-ciri sajak antara lain berasal daripada perkataan Arab “saj” yang bermaksud karangan puisi, sebagai puisi modern, bentuknyabebasdaripadapuisidansyair, pemilihan kata-kata yang indah (sesuaidenganmesejdan nada puisi).

Contoh sajak

"SebatangLisong"
penyair - penyair salon
yangbersajaktentanganggurdanrembulan
sementaraketidakadilanterjadidisampingnya
dandelapanjutakanak – kanaktanpapendidikan
termangu - mangu di kaki dewikesenian





TUGAS


SASTRA DAERAH



OLEH
AHMAD ALFIAN N.
A1D1 09 026

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

Jumat, 01 Juni 2012

berita utama

BERITA UTAMA
OLEH
AHMAD ALFIAN N.
A1D1 09 026

Siapa sangkah dalam sebuah kegiatan yang diadakan oleh Lastra (Laskar Sastra) FKIP Unhalu begitu simple, sederhana, dan meriah dimana dalam kegiatan kali ini lastra menghadirkan salah seorang penulis ternama Sultra yaitu Arham Kendari yang dalam salah satu bukunya bejudul jakarta underkomor menjadi best seller  yang terjual sampai 10 ribu exsamplar dijadikan sebagai icon dalam kegiatan ini. Kegiatan ini tepatnya diadakan di aula FKIP Unhalu yang dihadiri oleh mahasiswa PBSID pada umumnya. Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan Launcing Komunitas Pena Lastra yang prosesi berjalannya kegiatan diisi beberapa hiburan sastra dan musik budaya sebagai suatu ciri khusus Laskar Sastra serta dimoderatori langsung oleh Mas Jaya selaku ketua laskar sastra dibawa aba-aba Samsuddin Spd., M. Hum sebagai pendiri dan Dra. Sri Suryana Dinar, M.Hum. sebagai penasehat.
Menulis merupakan kegiatan yang membosankan untuk yang tidak hobi, menjenkelkan untuk yang malas, mengasikkan untuk mereka yang suka untuk menulis, kata Arham Kendari cari dalam pembicaraan lepas dengan saya pribadi sebelum naik kepanggung membawakan materinya. Arham Kendari begitu ia biasa disebut dimana nama aslinya Arham Rasyid merupakan sosok mengasikkan dan humoris itu terbukti dari materi yang dibawakannya dan isi buku yang dikarangnya.
Salah satu tolak ukur yang sangat signifikan bagi seorang penulis adalah menerbitka sebuah buku. Dengan menerbitkan buku kita mendapatkan kepuasan dan juga pengakuan khalayak, akan tetapi menerbitkan sebuah buku tidak terlepas dari kitikan-kritikan baik itu sifatnya yang membangun maupun cemohan, itu mau tidak mau sebagai konsekoensi yang harus diterima dan disikapi oleh seorang penulis. Penulis arham kendari megatakan dalam materi talk shownya bahwa menjadi penulis itu tidak susah. Dia pribadi mengawali tulisannya dari sesuatu yang tidak disengaja dimana diawali dari curhatan di situs jaring sosial yatiu Face Book yang kemudian berkembang menjadi tulisan dalam sebuah novel Jakarta Underkompor atas permiatan teman-temanya.
Dalam menulis, janganlah terpaku atau terbatasi oleh kaida-kaida normatif dan kaidah penulisan, hala-hal yang seperti inilah yang dapat menghambat penyaluran ide gagasan kita menjadi sebua tulisan yang utuh. Akan tetapi terlepas dari berbagai pernyataan diatas,yang menjadi pemasalahan yaitu tentan apaka ukuran kesuksesan seseorang karena telah berhasil menerbitkan buku semata? Dan paka kesuksesan itu bisa mendatangkan banyak materi. Diluar hal yang menyangkut materi, pasti setiap penulis selalu memiliki keingina tulisanya selalu dapat dibaca banyak orang. Buku merupakan cara terbaik untuk menyalurkan, namun itu berlaku sekian tahun yang lalu dimana belum dikenalnya dunia internet. Tetapi di zaman sekarang dengan majunya teknologi internet, sebuah tulisan dapat dengan mudahnya dibaca dalam bentuk online, blog ataupun face book.
Ada kebangaan sendiri bila sudah berhasil menerbitkan sebuah buku, tentu saja membanggakan bila seseorang penulis berhasil menerbitkan sebuah buku, kemudian bayak mendapat sambutan-sambutan baik bagi para pembacanya apalgi sampai best seller dan banyak mendatangkan materi. Pada jaman sekarang kesuksesan menjadi seorang penulis, bukan karena berhasil telah menerbitkan buku. Tapi selalu ada keinginan untuk konsisten menulis yang bermamfaat. Itulah kesuksesan seorang penulis. Masalah bisa menerbitkan buku, kemudian itu adalah kesuksesan selanjutnya. Bagi kita seorang penulis yang belum berhasil menerbitkan buku. Tetaplah menulis dan bersemangat. Bagi yang sudah sukses menerbitkan bukunya. Selamat menikmati beberhasilan anda. Tapi bukan sebuah tujuan akhir seorang penulis.
Dengan mudahnya seorang penulis dikenal. Dalam sekejap tulisan dapat dibaca banyak orang. Tanpa repot harus membeli buku, mamfaat yang langsung bisa dirasakan jadi kesuksesan penulis saat ini. Tidak semata karena hanya menerbitkan buku. Apalagi pada jaman sekarang begitu mudahnya untuk menerbitkan sebuah buku apalagi sampe berbuku-buku. Cukup sediakan modal atau buat secara berjamaah. Penerbit inde juga banyak sekarang.

Kamis, 31 Mei 2012

PRINSIP DASAR PENULISAN JURALISTIK

TUGAS PENGANTAR JURNAL

                                                  PRINSIP DASAR PENULISAN JURALISTIK


                                                                                 OLEH
                                                                     AHMAD ALFIAN N.
                                                                            A1 D1 09 026

                                           FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
                                                                UNIVERSITAS HALUOLEO
                                                                             KENDARI
                                                                                  2011




KATA PENGANTAR
    Pertama-tama marila kita senantiasa memanjatkan puji syukur atas kehadirat Alla swt. karena atas segalah limpahan Rahmat dan karunia-Nya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan tugas yang diberikan yaitu menyelesaikan makalah tentang “Prinsip Dasar Penulisan Juranlistik”. Salawat serta salam juga penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. Sebaga tauladan dalam kesharian kita. Tentunya dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik berupa moril maupun reverensi-reverensi yang mendukung penulisan makalah ini. Ucapan terimahkasih kepada orang tua penulis yang telah mengirimkan doanya kepada penulis. Kepada dosen matakuliah Pengantar Jurnal yang telah memberikan tugas ini untuk menambah pengetahuan penulis. Juag tak lupa penulis sampaikan kepada teman-teman yang banyak memberikan motifasi kepada penulis ataup[un dorongna untuk tetap menyelesaikan makalah ini. Penulis yakin dan percaya dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan ataupun kekurangan karena penulis terbatas kemampuan dalam merai kesempurnaan penulisan makalah ini.

Kendari Desember 2011

Penyusun





DAFTAR ISI
KATA PENGANTA R.....................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
I.    PENDAHULUAN................................................................................
A.    LATAR BELAKANG....................................................................
B.    MASALAH.....................................................................................
C.    TUJUAN ........................................................................................
D.    MANFAAT.....................................................................................
II.    PEMBAHASAN...................................................................................
ISI.........................................................................................................
III.    PENUTUP............................................................................................
A.    KESIMPULAN.............................................................................
B.    SARAN.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................








PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

Istilah jurnalisme sastra adalah salah satu dari sekian banyak nama buat genre tertentu dalam jurnalisme. Wartawan Amerika Tom Wolfe pada 1974 memperkenalkannya dengan nama “jurnalisme baru.” Ada juga yang memakai nama “narrative reporting”. Ada juga yang pakai nama “passionate journalism.” Tapi ada yang secara sederhana mengatakannya “tulisan panjang.”
Tapi intinya, genre ini menukik lebih dalam daripada apa yang kita kenal sebagai “in-depth reporting.” Ia bukan saja melaporkan seseorang melakukan apa. Tapi ia masuk ke dalam psikologi yang bersangkutan dan menerangkan mengapa ia melakukan hal tersebut. Tulisannya biasanya panjang. Majalah The New Yorker bahkan pernah hanya menerbitkan laporan John Hersey berjudul “Hiroshima” dalam satu edisi majalah.
Wawancara untuk sebuah laporan bisa dilakukan dengan puluhan, bahkan ratusan, nara sumber. Risetnya juga tidak main-main. Waktu bekerjanya juga tidak seminggu atau dua. Tapi bisa berbulan-bulan. Di Indonesia, ada beberapa penulis yang punya kegemaran menulis panjang. Saya menikmati sekali buku Bondan Winarno, “Sebongkah Emas di Kaki Pelangi” atau artikel-artikel panjang George J. Aditjondro, misalnya, soal Arnold C. Ap, cendekiawan Papua yang mati ditembak tentara Indonesia pada April 1984. Atau kisah bertutur dengan ungkapan “saya” yang digunakan Goenawan Mohamad dalam laporan “Peristiwa `Manikebu’: Kesusastraan Indonesia dan Politik di tahun 1960-an.”
Memang reportase adalah bagian yang melekat dengan jurnalisme ini. Data-data diperoleh dari liputan di lapangan dengan tangguh. Menembus sumber dengan gigih. Pagi hingga malam. Riset yang makan keringat. Wawancara yang berjibun. Ia menukik tajam hingga mampu menterjemahkan, misalnya, sesosok kepribadian manusia dengan segala kerumitannya ke dalam kata-kata.
Bahasanya tidak harus mendayu-dayu. Bahasa bisa lugas. Dari segi struktur karangan, genre ini bentuknya model gelombang sinus. Naik turun. Liar. Tapi ia juga cantik dan memikat. Rasanya pembaca tidak bisa melepaskan karangan itu sebelum tuntas membaca.
Saya sering ditanya apakah karya Seno Gumira Ajidarma “Saksi Mata” masuk dalam kategori jurnalisme? Saya akui karya itu sangat memukau.Tapi karya itu adalah fiksi. Seno tidak menyampaikan fakta yang nyata. Nama-nama diganti. Tempat juga tidak disebutkan jelas. “Saksi Mata” adalah karya fiksi yang memakai data-data pembantaian Dili pada November 1991 sebagai ide cerita.
Ketika mendalami jurnalisme sastra di Amerika, saya selalu diberitahu adanya tujuh pertimbangan bagi seorang wartawan bila hendak membuat laporan dalam genre ini.
Fakta. Jurnalisme selalu mensakralkan fakta. Walaupun genre ini memakai kata “sastra” tapi ia tetap jurnalisme Setiap detail seyogyanya berupa kenyataan. Nama-nama orang adalah nama-nama sebenarnya. Tempat juga memang nyata. Kejadian benar-benar kejadian.
Apabila ada dua orang bertemu dan mengadakan pembicaraan. Seorang wartawan seyogyanya mengecek kepada keduanya apakah benar si A mengatakan ini dan si B mengatakan itu. Orang mungkin bisa lupa. Orang mungkin bisa berubah persepsi bersamaan dengan perjalanan waktu. Tapi minimal, esensi dari pembicaraan itu harus disetujui A dan B bila hendak dilaporkan dalam jurnalisme.
Kalau berbeda? Ada dua pilihan. Tidak dipakai sama sekali. Atau kalau pembicaraan itu penting, dilaporkan saja dari dua sudut yang berbeda. Si A bilang ini tapi si B bilang lain lagi. Tapi perbedaan bisa tidak terletak pada esensi. Biasanya ia terletak pada detail. Warna jas, warna dinding, bau minyak wangi, permukaan papan yang kasar atau jenis sepatu bisa diingat secara berbeda oleh orang yang berbeda. Tidak ada salahnya untuk pergi ke situs di mana suatu kejadian terlaksana, untuk mencatat detail di lapangan.
Konflik.
Sebuah tulisan panjang lebih mudah dipertahankan daya pikatnya bila ada konflik. Bila Anda berminat membuat laporan panjang, Anda seyogyanya berpikir berapa besar pertikaian yang ada? Mohamad bercerita soal konflik antara para penandatangan Manifes Kebudayaan dengan para pendukung Lekra.
Pertikaian ini termasuk besar. Ada polemik di surat kabar. Menteri ini bicara, tokoh partai itu membantah. Akhirnya, Mohamad dan para penandatangan Manikebu dikalahkan dan dilarang menulis. Tapi konflik bisa berupa pertikaian satu orang dengan orang lain. Ia juga bisa berupa pertikaian antar kelompok. Misalnya, upaya Arnold Ap mengembangkan kesenian Papua berbuntut ketegangan dengan pejabat militer dari Jawa yang dikirim ke Jayapura. Ap ditahan dan ditembak mati.
Konflik juga bisa berupa pertentangan seseorang dengan hati nuraninya. Konflik juga bisa berupa pertentangan seseorang dengan nilai-nilai di masyarakatnya. Pendek kata, pertikaian adalah unsur penting dalam suatu laporan panjang.
Karakter. Jurnalisme sastra mensyaratkan adanya karakter-karakter. Karakter membantu terikatnya suatu laporan. Ada karakter utama. Ada karakter pembantu. Karakter utama seyogyanya orang yang terlibat dalam pertikaian. Karakter utama seyogyanya juga kepribadian yang menarik. Tidak datar dan tidak menyerah dengan mudah (Orang yang mudah menyerah biasanya juga tidak mau dituliskan riwayatnya).
Winarno bicara soal beberapa karakter dalam buku “Sebongkah Emas di Kaki Pelangi.” Ada karakter geologis Michael de Guzman. Ada juga rekan-rekannya dari perusahaan Bre-X. Namun ada juga orang penting Indonesia macam Bob Hasan dan Siti Hardiyanti Rukmana.Winarno menganggap De Guzman, “meracuni” sample hasil pemboran sumur emas dan melakukan kejahatan untuk memperkaya diri sendiri.
 Winarno memperkirakan bahwa de Guzman masih hidup, tidak mati bunuh diri seperti diberitakan. Winarno melaporkan bahwa mayat yang diklaim sebagai mayat de Guzman tidak memiliki gigi palsu di rahang atasnya seperti dalam rekaman gigi de Guzman.
Mohamad menggunakan dirinya sendiri, lewat penggunaan kata “saya,” sebagai karakter untuk mengikat eseinya. Aditjondro tidak menggunakan kata saya sebanyak Mohamad.
 Anda seyogyanya punya akses kepada karakter utama atau orang-orang yang mengenal karakter utama. Akses bisa berupa dokumen, korespondensi, album foto, buku harian, wawancara dan sebagainya. Winarno tentu tidak memiliki akses terhadap De Guzman. Orang Filipino itu dinyatakan mati atau menyembunyikan diri. Winarno menengok makamnya, mencari dokumen dan mewawancarai orang yang mengenal De Guzman.
Namun Aditjondro berhubungan dengan almarhum Arnold Ap. Aditjondro mengenal Ap dengan dekat. Mohamad juga kenal dengan orang-orang yang menandatangani Manikebu maupun mereka yang melawannya. Saya sering mengibaratkan akses kepada karakter utama ini dengan akses yang dimiliki oleh seorang penulis biografi. Aksesnya luar biasa. Bisa masuk ke masalah-masalah pribadi karakter utama. Soal percintaan, soal skandal, soal kejahatan dan sebagainya.

Emosi. Jurnalisme sastra membutuhkan emosi dari karakter-karakternya. Emosi bisa berupa cinta. Bisa berupa pengkhianatan. Bisa berupa kebencian. Loyalitas. Kekaguman. Sikap menjilat. Oportunisme dan sebagainya. Emosi menjadikan cerita kita seakan-akan hidup.Emosi karakter juga bisa berubah-ubah bersama perjalanan waktu. Mulanya si karakter menghormati mentornya. Suatu kejadian besar menguji apakah ia perlu tetap menghormati mentornya atau tidak. Di sini mungkin ada pergulatan batin. Mungkin ada perdebatan intelektual. Ini seyogyanya memberikan ruang buat emosi. Apa emosi si karakter ketika tahu ia memenangkan pertarungannya? Apa perasaan si karakter ketika tahu ia dikhianati istri atau suaminya?
Perjalanan Waktu. Mungkin perbedaan antara jurnalisme sehari-hari dengan jurnalisme sastra adalah keterkaitannya dengan waktu. Saya mengibaratkan laporan suratkabar “hari ini” dengan sebuah potret. Snap shot. Sedangkan laporan panjang adalah sebuah film yang berputar. Video.
Robert Vare, mantan editor The New Yorker, menyebutnya “series of time.” Peristiwa berjalan bersama waktu. Ini memiliki konsekuensi penyusunan kerangka karangan. Mau bersifat kronologis, dari awal hingga akhir. Atau mau membuat flashback. Dari akhir mundur ke belakang? Atau kalau mau bolak-balik apa benang merahnya supaya pembaca tidak bingung?
Panjangnya waktu tergantung kebutuhan. Sebuah laporan tentang kehamilan bisa dibuat dalam kerangka waktu sembilan bulan. Tapi bisa juga dibuat dalam kerangka waktu dua tahun, tiga tahun dan sebagainya. Tapi bisa juga sekian menit ketika si ibu bergulat hidup dan mati di ruang operasi.
Ada unsur kebaruan yang harus Anda pertimbangkan bila hendak membuat laporan panjang. Tidak ada gunanya mengulang-ulang lagu lama. Kalau Anda hendak menulis cerita panjang soal pembunuhan G30S atau kerusuhan Mei 1998, sebaiknya berpikirlah dua atau tiga kali sebelum menjalankan ide ini.
Cukup banyak fakta yang sudah diungkap oleh orang lain soal G30S atau kerusuhan Mei 1998. Ini tidak berarti tidak ada yang masih tersembunyi. Saya percaya masih banyak hal yang belum terungkap dari dua peristiwa besar itu. Tapi bersiaplah untuk mencari fakta-fakta baru. Bersiaplah untuk menembus sumber-sumber yang paling sulit yang belum ditembus orang lain.
Mungkin lebih mudah mengungkapkan kebaruan itu dari kacamata orang-orang biasa yang menjadi saksi mata peristiwa besar. Hersey mewawancarai seorang dokter, seorang pendeta, seorang sekretaris dan seorang pastor Jerman, untuk merekonstruksi pemboman Hiroshima.Secara detail, Hersey menceritakan dahsyatnya bom itu. Ada kulit terkelupas, ada desas-desus soal bom rahasia, ada kematian yang menyeramkan, ada perasaan dendam, ada perasaan rendah diri. Semua campur aduk ketika Hersey merekamnya dan menjadikannya salah satu artikel termahsyur dalam sejarah jurnalisme Amerika. Hersey mempublikasikan karyanya setahun setelah bom nuklir dijatuhkan di Hiroshima.
Konon fisikawan nuklir Albert Eistein tidak bisa mendapatkan edisi The New Yorker pada Agustus 1946 tersebut. Einstein membaca laporan itu karena ia berlangganan. Tapi Eistein ingin membeli enam buah lagi buat teman-temannya. Tapi majalah itu laku habis. Einstein kehabisan.
Apa artinya? Sederhana saja. Einstein menemukan teori baru. Hersey juga menemukan sesuatu yang baru. Hersey menemukan sisi bengis dari bom nuklir!

B.    MASALAH

Apa yang menjadi prinsip dasar penulisan jurnalistik

C.    TUJUAN

Sehubungan dengan judul dan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah
1.    Untuk mengetahui bagaimana prinsip dasar penulisan jurnalistik dan
2.    Untuk mengetahui kode etik jurnalis dalam menulis di media

D.    MANFAAT
Adapun tujuan penulisan makala ini adalah adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui atau ketidak etisan prinsip penulisan juranlistik
2.    Untuk mengetahui jurnal dalam bahasa media













PEMBAHASAN
PRINSIP DASAR PENULISAN JURNALISTIK
Setiap mengenai publik, mulai dari gagasan, sampai pada naskah akhir merupakan hasil dari beberapa tingkat keputusan. Mantan wartawan Wall Street Journal Ronald buel berpendapat bahwa prinsip penulisan jurnalistik terbagi atas:
1.    Penugasan (dataassigment): yang menentukan apa yang diliput dan mengapa?
2.    Pengumpula(data collection): yan menentuka bila informasi ang dikumpulaitu cukup?
3.    Evaluasi (data evaluation): yang menentuka apayang penting untuk dimasuka dalam berita?
4.    Penulisan (data writing): yang menentukan kata-kata yang perlu digunakan?
5.    Penyuntingan (data editing): yang menentukan berita mana yang perlu diberikan judul yang besar dan dimuat dihalaman depan, tulisan mana yang perlu dipotong, berita man yang perlu diubah.
Media sering kali melakukan kesalahan dalam menyampaikan informasi, baik berupa berita maupun hiburan kepada khalayak. Kesalahan ini berujung pada pelanggaran moral, kode etik, dan bahkan pelanggaran hukum. Persoalan ini menjadi salah satu kecenderungan dari para pelaku media, baik perseorangan maupun dalam bentuk lembaga, untuk mempertahankan keberadaannya atau untuk merebut perhatian dari masyarakat.
Pelanggaran yang sering kita lihat, baik di media kaca maupun media cetak, berbentuk kesalahan-kesalahan kecil yang sering luput dari perhatian publik. Misalnya, ketidakjelasan antara iklan dan informasi berita yang disampaikan dalam TV. Ada beberapa stasiun televisi yang menyisipkan porpaganda iklan di dalam siaran beritanya, atau sebaliknya, iklan yang seolah-olah berpenampilan seperti berita dalam TV. Sementara itu, di media cetak, dapat kita temui beberapa tulisan pers yang kurang berimbang dalam penyampaiannya. Contoh yang paling gamblang dari perilaku media yang melanggar ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah jurnalistik, serta ketentuan-ketentuan moral dan hukum yang berlaku, bisa kita lihat pada kasus Antasari. Salah satu staisun televisi, TV One, menyajikan berita yang kurang berimbang, karena hanya menyampaikan sudut pandang dari pihak polisi. Hal ini bertentangan dengan prinsip media yang harus dapat menyajikan informasi kepada publik yang berasal dari segala sudut pandang dan bersifat berimbang, sesuai dengan idiom cover both side. Tindakan seperti ini, melanggar pasal 3, Kode Etik Jurnalistik (2008), yang disusun oleh Dewan Pers, yaitu wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah (Maria Georetti, 2010). Contoh lainnya dapat kita lihat pada bentuk pelanggaran etika privasi yang dilakukan oleh media pers, seperti mencantumkan nama lengkap, identitas, dan foto dari subjek pelaku tindak pidana. Hal ini sempat terjadi ketika kasus Institut Pemerintahan Salam Negeri (IPDN) yang secara sensasional mencuat di media pers. Para pelaku media secara eksplisit mengekspos foto, nama dosen, dan mahasiswa yang terlibat dalam praktek penyimpangan yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan tersebut. Selain itu, media juga sering menyampaikan berita bohong, seperti penyajian hasil wawancara fiktif dari narasumber terkait terorisme, seperti yang terjadi di salah satu harian Surabaya, di mana wartawan mengaku telah melakukan wawancara dengan isteri Nurdin M. Top, padahal wawancara tersebut merupakan rekayasa si wartawan. Tindakan ini melanggar pasal 2 dan 4, Kode Etik Jurnalistik Indonesia (2008), yaitu kewajiban wartawan Indonesia untuk menempuh cara professional dalam melaksanakan tugas jurnalistik, dan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul (Maria Georetti, 2010).
Pelanggaran yang dilakukan oleh media tidak berhenti di titik itu saja. Terdapat juga indikasi bahwa media dengan sengaja menyajikan berita yang tidak utuh atau berita tertentu ke masyarakat karena pertimbangan kepentingan politis. Misalnya, pada saat kehebohan kasus lumpur Lapindo, stasiun TV One memiliki kecenderungan untuk meminimalisir ketertarikan dan kekritisan publik terhadap peristiwa tersebut, dengan minimnya penyampaian berita kesengsaraan yang dialami masyarakat Sidoarjo, dan lebih kepada pembelaan terhadap pihak Aburizal Bakrie. Hal ini dapat dipahami bahwa stasiun TV One sendiri merupakan milik PT Visi Asia Media, Tbk, yang merupakan kelompok usaha milik Bakrie & Brothers. Hal yang serupa terjadi pada stasiun Metro TV, yang ketika pada Pemilu 2009, menyajikan berita yang menguntungkan partai Golkar sebagai bentuk indikasi kampanye, karena pada saat itu, pemilik Metro TV, Surya Paloh, yang memimpin badan usaha Media Group, adalah anggota partai yang bersangkutan.
Pada media cetak, contoh pelanggaran moral, etika dan hukum media ini sering terjadi pada koran kuning. Koran tersebut lebih mengutamakan oplah, dengan strategi pemasaran berupa pemberitaan materi yang menonjolkan hal-hal berbau seks dan kriminal, sebagai sesuatu yang dianggap dapat memuaskan hasrat keingintahuan dasar manusia atau pembaca, yang kemudian berujung pada hilangnya kualitas dan keakuratan isi dari berita yang dimuat.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, kita dapat membagi tiga kategori tipologi kausa terkait tentang pelanggaran dan penyimpangan yang sering dilakukan oleh media, yaitu media ignorance and recklessness (terkait kompetisi yang ketat dan ongkos produksi yang tinggi), political media (ambiguitas posisi media di ranah politik), dan media fraud and scam (terkait ambisi untuk memenangkan kompetisi dan posisi).
Penulis memiliki tanggapan dan pendapat bahwa pelanggaran dan penyimpangan yang dilakukan oleh media memang menjadi satu kenyataan dan tidak dapat dipungkiri. Dengan demikian, penulis berada di pihak yang menyetujui pembagian tiga tipologi kausa dari bentuk pelanggaran dan penyimpangan yang dilakukan oleh media tersebut.
Pendapat ini didasari atas keberadaan suatu lembaga yang tidak akan pernah lepas dari kepentingan atau latar belakang politis yang menaunginnya. Setiap organisasi, badan, kelompok atau lembaga yang berdiri memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai berdasarkan kepentingan-kepentingan yang mereka miliki. Dalam situasi ini, antara lembaga yang satu dengan yang lain, terjadi semacam konflik kepentingan yang memicu mereka untuk melakukan apa saja, bahkan dengan melanggar norma masyarakat dan hukum yang berlaku, demi keuntungan.
Konflik kepentingan dapat dipahami sebagai situasi di mana individu maupun kelompok (organisasi, badan, lembaga, dan sebagainya) terlibat dalam kepentingan-kepentingan yang beragam, yang kemudian memungkinkan mereka untuk merusak tujuan awal yang baik untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut sehingga dapat berdampak terjadinya tindakan korupsi, manipulasi, dan penyimpangan lain yang memberikan keuntungan sepihak dan merugikan orang lain. Michael McDonald (2007) mendefinisikan konflik kepentingan sebagai,
“a situation in which a person, such as a public official, an employee, or a professional, has a private or personal interest sufficient to appear to influence the objective exercise of his or her official duties.” (Michael McDonald, 2007: 11)
Konflik kepentingan, dalam konteks pelaku media, selain dipengaruhi faktor keberadaan dan pertahanan posisi di mata publik,  juga disebabkan oleh faktor keuntungan materil berupa hasil produksi dan tujuan ideologi politik yang dianut oleh lembaga media tersebut. Kenyataannya, media tak ubahnya dengan pelaku industri yang mengutamakan keuntungan komersil yang mengejar oplah, pada media cetak (koran, majalah, dan sebagainya) dan rating, pada media kaca (stasiun TV). Media arus utama juga demikian, yang meskipun masih mendasarkan pada prinsip jurnalistik yang baik, tidak menghindarkan mereka pada kecenderungan untuk mendahulukan kepentingan-kepentingannya (seperti contoh kasus TV One dan Metro TV).
Fenomena pelanggaran terhadap moral, etika dan hukum yang sering dilakukan oleh media, harus ditanggapi dengan kritis melalui pengkajian dan pengoreksian melalui satu langkah penelitian. Dengan mengetahui immoralitas, ketidaketisan dan pelanggaran hukum oleh media, kita dapat memahmi persoalan moral, etika dan hukum terkait media itu sendiri. Pemahaman yang diraih dari pengkajian ini dapat menghantarkan kita pada satu langkah untuk melakukan perbaikan.
Menanggapi persoalan ini, penulis sendiri memiliki pendapat bahwa pentingnya langkah untuk merealisasikan gerakan produksi informasi sendiri oleh warga masyarakat lokal yang tidak bergantung pada penyajian materi oleh media arus utama yang telah banyak melakukan pelanggaran, baik di tataran moral, etika dan hukum. Pemberdayaan sistem jurnalisme warga menjadi satu keniscayaan, seperti yang telah dilakukan di beberapa daerah di belahan dunia. Melalui jurnalisme warga, masyarakat dapat memproduksi informasi berita dan hiburan dari perspektif warga masyarakatnya sendiri, lebih jujur dan objektif dalam memandang masalah lokal dan nasional, sehingga meminimalisir tindakan pelanggaran dalam aksi bermedia.
Bowman dan Willis menyatakan argumen bahwa kehadiran dari jurnalisme warga memiliki maksud untuk mengedepankan independensi, realibilitas, informasi akurat, relevansi dan luasnya sajian berita yang menuntut demokrasi (Bowman dan Willis, 2003). Hal ini hanya bisa dicapai tanpa adanya pengaruh konflik kepentingan dari media tersebut, dan oleh karenanya, keterlibatan masyarakat dalam produksi informasi sangat diperlukan dan bersifat penting. Hal ini telah dilakukan oleh beberapa media yang mendasarkan cara kerja jurnalisme warga, seperti akumassa.org dari Indonesia,  Pew Center For Civic Journalism  dan Oh My News  yang menggagas ide untuk memperbaiki konsep pemberitaan oleh media arus utama dengan melibatkan warga.
Bagaimana pun, konflik kepentingan tidak dapat dihindari ketika individu atau satu badan telah berdiri dan berjalan. Namun, mendayagunakan masyarakat dalam ranah kerja jurnalisme warga dapat menjadi salah satu pilihan alternatif dalam mengurangi pelanggaran moral, etika dan hukum terkait media yang disebabkan oleh konflik kepentingan tersebut.




PENUTUP
A.    KESIMPULAN

Penulis sendiri memiliki pendapat bahwa pentingnya langkah untuk merealisasikan gerakan produksi informasi sendiri oleh warga masyarakat lokal yang tidak bergantung pada penyajian materi oleh media arus utama yang telah banyak melakukan pelanggaran, baik di tataran moral, etika dan hukum. Pemberdayaan sistem jurnalisme warga menjadi satu keniscayaan, seperti yang telah dilakukan di beberapa daerah di belahan dunia. Melalui jurnalisme warga, masyarakat dapat memproduksi informasi berita dan hiburan dari perspektif warga masyarakatnya sendiri, lebih jujur dan objektif dalam memandang masalah lokal dan nasional, sehingga meminimalisir tindakan pelanggaran dalam aksi bermedia.

B.    SARAN

Hendaknya setiap wartawan harus memperhatikan kode etik jurnalistik dalam menginformasikan atau menyampaikan sebuah berita lewat media masa, baik lewat media elektronik maupun media cetak khususnya wartawan Indonesia hendaknya selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Ini sudah menjadi kewajiban wartawan Indonesia untuk menempuh cara professional dalam melaksanakan tugas jurnalistik, dan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul. Karena sesungguhnya Melalui jurnalisme warga masyarakat dapat memproduksi informasi berita dan hiburan dari perspektif warga masyarakatnya sendiri, lebih jujur dan objektif dalam memandang masalah lokal dan nasional, sehingga meminimalisir tindakan pelanggaran dalam aksi bermedia.


DAFTAR PUSTAKA
Bowman, S. and Willis, C. “We Media: How Audiences are Shaping the Future of News and Information.“2003, The Media Center at the American Press Institute.
Goretti, Maria. (2010). “Contoh Pelanggaran Terhadap Kode Etik Jurnalistik”. Diakses dari http://belajaretika.blogspot.com, 6 Oktober, 2011
McDonald, Michael. (2007). “Ethics and Conflict of Interest”. W. Maurice Young Centre for Applied Ethics.
Peraturan Dewan Pers, No. 06/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers No. 03/SK-DP/III/2006 Tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers. Diakses dari http://www.dewanpers.org/upload/kej/7cc41713ba1b1 dc60f2f5f6421866712/attach/Peraturan_Dewan_Pers_No.6_tentang_Kode_Etik_Jurnalistik,_2008.pdf, 6 Oktober, 2011
Waspada Online (2007). “Banyak Media Pers Langgar Etika Privasi”. Diakses dari http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=7990, 6 Oktober, 2011.